Pemindai sidik jari (fingerprint scanner) saat ini sudah banyak digunakan, mulai dari attendance system (system absensi), sebagai access control
(system pengontrol akses ke dalam suatu ruangan, tempat atau ke dalam
sebuah system) hingga sebagai identitas pribadi seperti yang terdapat
pada SIM (Surat Izin Mengemudi) atau passport.
Seperti
halnya bagian tubuh yang lain, sidik jari terbentuk karena factor
genetic dan lingkungan. Kode genetic pada DNA memberi perintah untuk
terbentuknya janin yang secara spesifik membentuk hasil secara random.
Demikian juga halnya dengan sidik jari. Sidik jari memiliki bentuk unik bagi setiap orang. Artinya setiap orang memiliki bentuk sidik jari yang berbeda-beda meskipun terlahir kembar. Jadi, walaupun sidik jadi terlihat seperti sama bila dilihat sekilas, buat penyelidik terlatih atau dengan menggunakan software khusus akan terlihat perbedaannya. Sebelum kita berbicara tentang alat pemindai sidik jari, kita akan berbicara tentang sidik jari tersebut.
POLA SIDIK JARI
Secara umum, sidik jari dapat dibedakan menjadi beberapa tipe menurut Henry Classification System,
yaitu loop patern, whorl pattern dan arch pattern. Sekedar imformasi,
perlu diketahui bahwa hampir 2/3 manusia memiliki sidik jari dengan ‘loop pattern’, 1/3 lainnya memiliki sidik jari dengan ‘whorl pattern’, dan hanya 5-10% yang memiliki sidik jari dengan ‘arch pattern’.
Pola-pola sidik jari seperti inilah yang digunakan untuk membedakan sidik jari secara umum. Namun untuk mesin pembaca sidik jari, pembedaan seperti ini tidaklah cukup. Karena itulah mesin sidik jari dilengkapi dengan metode pengenalan lain yang disebut ‘minutiae’.
ARCH PATTERN
WHORL PATTERN
LOOP PATTERN
MINUTIAE
Minutiae
berasal dari bahasa inggris yang bisa berarti ‘barang tidak berarti’
atau ‘rincian tidak penting’ dan terkadang diartikan sebagai ‘detil’.
Seperti arti katanya, ‘minutiae’ sebenarnya merupakan rincian
sidik jari yang tidak penting bagi kita, tetapi bagi sebuah mesin sidik
jari itu adalah detil yang sangat diperhatikan.
Untuk lebih jelasnya, minutiae pada sidik jari adalah titik-titik yang mengacu kepada crossover (persilangan dua garis), core (putar-balikan sebuah garis), bifurcation (percabangan sebuah garis), ridge ending (berhentinya sebuah garis), island (sebuah garis yang sangat pendek), delta (pertemuan dari tiga buah garis yang membentuk sudut) dan pore
(percabangan sebuah garis yang langsung diikuti dengan menyatunya
kembali percabangan tersebut sehingga membentuk sebuah lingkaran kecil).
Mesin pemindai sidik jari akan mencari titik-titik ini dan membuat pola dengan menghubung-hubungkan titik-titik ini. Pola yang didapat dengan menghubungkan titik-titik inilah yang nantinya akan digunakan untuk melakukan pencocokan bila ada jari yang menempel pada mesin sidik jari. Jadi, sebenarnya mesin sidik jari tidak mencocokan pola yang didapat dari minutiae-minutiae ini.
Mesin pemindai sidik jari bekerja dengan mengambil gambar dari sidik jari tersebut. Sebenarnya banyak cara dapat dilakukan untuk mengambil gambar sidik jari tersebut namun metode umum yang dilakukan adalah dengan 2 cara yaitu dengan sensor optikal dan kapasitansi.
SENSOR OPTIKAL
Inti dari sensor optikal adalah dengan adanya CCD (Charge Couple Device)
yang cara kerjanya sama seperti system sensor yang terdapat pada kamera
digital dan camcorder. CCD merupakan chip cilikon yang terbentuk dari
ribuan atau bahkan jutaan diode fotosensitif yang disebut photosites,
photodelements atau disebut juga piksel. Tiap photosite menangkap suatu
titik objek kemudian dirangkai dengan hasil tangkapan photosite lain
menjadi suatu gambar.
Bila mengambil contoh pada kamera, saat menekan tombol ‘capture’
pada kamera digital, sel pengukur intensitas cahaya akan menerima dan
merekam setiap cahaya yang masuk menurut intensitasnya. Dalam waktu yang
sangat singkat tiap titik photosite akan merekam cahaya yang diterima
dan diakumulasikan dalam sinyal elektronis.
Gambar yang sudah dikalkulasikan dalam gambar yang sudah direkam dalam bentuk sinyal elektronis akan dikalkulasi untuk kemudian disimpan dalam bentuk angka-angka digital. Angka tersebut akan digunakan untuk menyusun gambar ulang untuk ditampilkan kembali. Perekaman gambar yang dilakukan oleh CCD sebenarnya dalam format ‘grayscale’ atau monochrome dengan 256 macam intensitas warna dari putih sampai hitam.
SENSOR KAPASITIF
Sensor
kapasitif bekerja berdasarkan prinsip pengukuran kapasitansi dari
material yang dipindai. Material tersebut bisa saja besi, baja,
alumunium, tembaga, kuningan bahkan hingga air. Berbeda dengan pemindai
optikal yang menggunakan cahaya, pemindai kapasitif menggunakan arus
listrik untuk mengukur besarnya kapasitas.
Diagram
di atas menunjukkan sebuah sensor kapasitif sederhana. Dimana sensor
dibuat dari beberapa chip semi konduktor pada sebuah sel yang tipis.
Setiap sel memiliki tempat konduktor yang ditutupi dengan lapisan
isolasi.
Sensor tersebut terhubung dengan sebuah integrator yang dilengkapi dengan inverter penguat yang dapat menterjemahkan sehingga pada akhirnya akan membentuk sidik jari yang sedang dipindai.
Setelah mesin pemindai sidik jari menyimpan image atau gambar yang diambil, mesin kemudian melakukan ‘searching minutiae’ atau mencari titik-titik minutiae.
Searching Minutiae
Before Match
Match Minutiae
Matched Result
Jika mesin sidik jari mendapat pola yang sama maka proses identifikasi sudah berhasil. Tidak semua minutiae
harus digunakan dan pola yang ditemukan tidak harus sama, maka kita
dapat menyimpulkan bahwa posisi jari kita pada saat identifikasi pada
mesin sidik jari juga tidak harus persis sama dengan pada saat kita
menyimpan data sidik jari kita pertama kali pada mesin tersebut.
Pemindai sidik jari optikal dan kapasitif dianggap menghasilkan tingkat keamanan yang tinggi, karena tidak bisa dipalsukan dengan foto copy sidik jari, sidik jari tiruan, atau bahkan dengan cetak lilin yang mendetil dengan guratan-guratan kontur sidik jari sekalipun.